Rabu, 30 Juni 2004

Dukungan Data Untuk Makalah Organizing dan Leadership

Mengapa sebuah organisasi bisa mati muda dan yang lain berumur panjang?

Contoh nyata, Organisasi Orde Baru.

Jelas, yaitu bahwa roh yang disuntikkan Orde Baru kepada organisasi-organisasi di Indonesia ternyata adalah roh kematian melalui penyeragaman paksa, kepatuhan berdasarkan rasa takut, sentralisasi kekuasaan, intimidasi dan kekerasan, pemalsuan dan pembohongan, penganaktirian jutaan rakyat, serta nafsu serba uang dan pendewaan materi.



Jadi dapat disimpulkan bahwa organisasi yang dibangun untuk kemegahan ego manusia, menggunakan sistem manajemen yang salah, melancarkan program yang berlawanan dengan hukum-hukum alam, serta memakai sistem teknologi yang salah kaprah, dapat dipastikan akan menemui kegagalan.



Akan tetapi, mempelajari organisasi yang sudah mati, agar tahu apa yang harus dihindari, baru merupakan setengah upaya. Separuh upaya lainnya ialah mempelajari organisasi sukses dan panjang umur, yang mampu bertahan melampaui berbagai krisis, yang bertambah kuat oleh terpaan badai, dan yang bertumbuh kembang melampau berbagai zaman dan rezim.



Adakah organisasi demikian? Arie de Geuss sudah menunjukkan sejumlah contoh dari dunia bisnis. Tetapi contoh non-bisnis jauh lebih banyak. Contoh negara paling mudah dicari. Di antaranya Mesir, Etiopia, Spanyol, Portugis, Inggris, Prancis, dan Cina. Agama lebih spektakuler lagi. Organisasi agama sejauh ini merupakan yang paling sukses dan panjang umur. Islam sudah 15 abad dengan lebih 1 miliar umat, Kristen sudah 20 abad dengan hampir 2 miliar pengikut, Hindu dan Buddha lebih tua lagi, juga dianut sekitar 1 miliar manusia.



Dengan pengamatan sepintas saja kita bisa menemukan beberapa ciri bersama agama-agama besar itu, organisational wise, yang saya saya yakini menjadi rahasia keberhasilan mereka sehingga dapat tampil sebagai organisasi terhebat sepanjang masa:

1. Ada doktrin dasar yang menjadi basis bagi paradigma utama kehidupan.

2. Ada ritual rutin yang memperkokoh ikatan batin bersama.

3. Ada simbol-simbol yang meneguhkan identitas bersama.

4. Ada tokoh-tokoh (orang suci, nabi-nabi) yang menjadi panutan ideal.

5. Agama berorientasi pada yang idealisme tertinggi.

6. Agama memenuhi kebutuhan psiko-spiritual manusia.

7. Agama menjanjikan imbalan terbaik, yakni keselamatan dan surga.

8. Agama menuntut devosi dan penyerahan total.

9. Agama menuntut kesempurnaan perilaku dari umatnya.

10. Agama tidak pernah berorientasi pada uang.



Bandingkan dengan studi de Geuss yang menunjukkan adanya empat karakter organisasi bisnis panjang umur sebagai berikut:

1. Organisasi (Perusahaan) panjang umur sensitif terhadap lingkungannya. Keberadaan mereka harmonis dan relevan dengan lingkungan usahanya. Mereka ramah lingkungan dalam arti luas. Mereka selalu belajar dan beradaptasi secara damai dengan dunia tinggal mereka.



2. Organisasi (Perusahaan) panjang umur kuat dan kompak karena diikat oleh nilai-nilai bersama yang secara moral baik dan benar serta memiliki identitas organisasi yang khas.



3. Organisasi (Perusahaan) Perusahaan panjang umur bersikap toleran, tidak memaksakan kehendak, rela berbagi kekuasaan dengan pimpinan yang di bawahnya, dan mempraktikkan desentralisasi.



4. Organisasi (Perusahaan) panjang umur, meskipun berorientasi profit, tetapi bersikap konservatif dalam hal keuangan. Mereka sangat hati-hati dalam pengeluaran dan investasi. Mereka berpantang overspending dan overinvestment, apalagi dengan utang.



Namun demikian, ada satu hal yang gagal - paling tidak kurang - dijelaskan oleh studi de Geuss. Yaitu faktor apakah yang membedakan tingkat keberhasilan Organisasi (Perusahaan) yang sama-sama panjang umur? Kenyataannya ada perusahaan yang sangat berhasil, tetapi ada pula yang cuma sekadar hidup, meskipun sama-sama berusia lanjut.

Berikut adalah Delapan Roh Keberhasilan organisasi berkinerja tinggi (high performing organization) yang jika didukung oleh empat karakter de Geuss, akan menjadi organisasi panjang umur juga (long-lived organization). Sebagai satu kesatuan, mereka terdiri dari empat pasang roh sebagai berikut ini:



1. Roh Kebaikan dan Keterpercayaan

The Spirit of Goodness and Trust. Baik berarti positif, berguna dan harmonis. Per definisi, kebaikan hanya datang dari Tuhan. Dan kita tahu Tuhan adalah Sang Mahamurah. Kebaikan-Nya selalu hadir dengan limpah. Semua hal yang baik untuk kehidupan kita, terutama yang esensial seperti air dan oksigen, selalu tersedia dengan limpah.



Organisasi sukses selalu mampu memberikan kebaikan pada sekelilingnya. Untuk itu ia layak memperoleh imbalan yang baik pula. Organisasi sukses selalu dimotivasi oleh kebaikan, menawarkan hal-hal yang positif dan berguna pada dunia sekelilingnya. Produk-produk yang bagus memang mengandung banyak kebaikan bagi kehidupan ini. Jika kita periksa statement resmi visi, misi, nilai-nilai dasar dan falsafah organisasi jelas sekali bahwa eksistensi organisasi itu memang dimotivasi oleh roh kebaikan.



Pada tingkat personal, orang yang dipenuhi oleh roh kebaikan dan kemurahan, mampu memberi dengan limpah pada perusahaannya. Hatinya memang senang berbuat baik. Dia bersikap tulus. Dia merasa sudah menerima banyak (entah dari Tuhan, negara atau perusahaan) dan dia merasa bertanggung jawab untuk memberi dengan banyak pula. Orang seperti ini merasa bahwa pekerjaannya adalah bentuk ucapan syukur pada kehidupan. Dia dan organisasinya merasa berutang dan karena itu harus berbuat kebaikan melalui jasa dan produk ciptaannya kepada pasar. Orang-orang begini, pada mulanya merasa bahwa dia punya kelebihan, entah ilmu, modal atau keterampilan. Mereka merasa harus berbuat sesuatu yang berguna bagi masyarakat.



Dengan kata lain mereka menyadari telah lebih dahulu menerima dan karena itu merasa mendapat amanah untuk berbuat baik dan memberi kepada masyarakat, sesama manusia, bangsa dan negaranya. Makin banyak mereka menerima makin besar tuntutan pada mereka. Dari sinilah lahir prinsip "dari mereka yang mendapat banyak diminta banyak juga". Mereka memang mendapat kepercayaan dari Tuhan, dari negara atau dari dari organisasinya dan pada gilirannya mengamalkannya untuk masyarakat. Inilah roh keterpercayaan. Mereka mendapat kepercayaan (trust), mereka merasa dipercaya (trusted), dan karena itu mengelola apa yang dipercayakan untuk kebaikan semesta. Jika mereka dapat dipercaya maka kepercayaan lebih besar akan diberikan. Pada titik inilah mereka menjadi orang kepercayaan karena mereka membuktikan diri sebagai orang terpercaya.



Organisasi pun demikian, jika mampu mempertahankan eksistensinya sebagai organisasi yang memberi banyak manfaat atau kebaikan pada masyarakat, maka masyararakat akan percaya dan loyal kepada organisasi itu. Salah satu dambaan tertinggi organisasi ialah agar pelanggan, stakeholder atau konstituennya setia kepadanya. Ini benar untuk koperasi, PT, yayasan atau partai politik.



Lawan dari roh ini ialah roh miskin dan pelit. Orang yang dihinggapi roh ini merasa dirinya selalu kekurangan, dan karenanya tidak punya sesuatu untuk dibagikan. Ini bukan soal jumlah tetapi soal kondisi psiko-spiritual. Bagi orang yang dikuasai roh ini, berapa pun jumlahnya tidak pernah cukup. Inilah penjelasan mengapa orang yang sudah sangat kaya namun tetap masih korupsi. Modus kehidupannya adalah mengambil, menerima dan kalau perlu merampas. Dia selalu melihat dunia sebagai dunia yang tidak ramah, tidak aman dan selalu mengancam dirinya.



Perusahaan yang dikuasai roh ini menjelma menjadi monster ekonomi, melahap apa saja yang bisa menjadi duit dengan segala macam cara, dan mencaplok siapa saja yang dianggapnya sebagai saingan - dengan kasar kalau tidak bisa secara halus. Dia kemudian menjadi gurita yang menakutkan. Perusahaan seperti ini ibarat minum air laut, makin banyak minum uang malah semakin haus uang. Mottonya adalah ekspansi dan aneksasi. Cita-citanya adalah monopoli.



2. Roh Integritas dan Kemajuan

The Spirit of Integrity and Growth. Integritas berarti jujur, bersih, benar, suci atau bebas kuman yang memungkinkan terjadinya lingkungan yang sehat. Bebas kuman disini saya artikan seluas-luasnya, termasuk bebas korupsi, bebas kolusi, bebas nepotisme, bebas penipuan, bebas kotoran, dan bebas kemunafikan. Nama lain dari roh ini adalah Roh Kebenaran, dalam arti benar secara moral, benar secara ilmiah, dan benar pulasecara manajerial.



Integritas secara kesatuan adalah gabungan tiga makna sekaligus suci, sehat dan utuh (holy, whole, holistic) yang dalam pengertian bahasa Inggris ini jelas sekali merupakan tiga sifat yang saling melengkapi dan menyempurnakan. Jika kita suci maka kita sehat sehingga kita bisa bekerja dengan benar dan optimal. Juga, jika organisasi kita suci maka ia akan sehat sehingga dapat berfungsi dengan benar dan optimal, termasuk mampu menyehatkan lingkungannya dimana dia tinggal dan beroperasi.



Roh Kebenaran selalu menuntut kita melakukan pekerjaan yang benar secara benar pula, memanggil kita untuk berbuat hanya yang benar, dan mendorong kita untuk berhadapan dengan realitas sejati sejujur-jujurnya. Dalam makna paling dasar, upaya mengetahui kebenaran sejujur-jujurnya, sedalam-dalamnya dan seluas-luasnya adalah aktivitas belajar yang sejati. Kebenaran itu selalu memanggil kita untuk belajar secara kontinual, terus-menerus. Ini pada gilirannya akan membuat kita bertumbuh dan semakin maju.



Di pihak lain, jiwa manusia pada dasarnya selalu mendambakan kemajuan dan pertumbuhan ke arah yang lebih tinggi, lebih baik, lebih sempurna. Inilah yang saya sebut sebagai roh kemajuan. Moto Olimpiade "citius, altius, fortius" artinya "paling cepat, paling tinggi, paling jauh" adalah bentuk paling kristal dari roh kemajuan ini. Dan roh kemajuan yang sama pula berada di balik keinginan manusia mengeksplorasi bumi ke dalam dan ruang angkasa ke luar, dan semua harapan-harapan manusia untuk kemajuan dalam arti seluas-luasnya. Tanpa kecuali semua manusia, semua organisasi, di lubuk hati mereka, menginginkan kemajuan dan menembus batas-batas kemustahilan masa lalu dan merobohkan tembok-tembok ketidakmungkinan masakini. Sekaligus, inilah sebabnya masa depan selalu sangat menarik dan mendebarkan hati.



Lawan dari roh ini ialah roh kemalasan dan ketakutan. Orang yang malas enggan bekerja keras, tetapi maunya mendapat hasil yang besar. Tetapi karena apa yang kita peroleh ditentukan apa yang kita berikan maka akan terdapat jurang antara keinginan dan kenyataan, dan jurang ini biasanya ditutupi dengan jalan curang dan main tipu. Malas belajar dengan konsekuensi tidak lulus ujian mengakibatkan ketakutan yang kemudian mendorong orang untuk menyontek dan memalsukan karya-karya ilmiah.



Dalam bisnis, profesionalisme adalah syarat dasar untuk bisa ikut dalam permainan. Tetapi menjadi profesional adalah sebuah proses yang menuntut kerja keras penuh pengorbanan diri. Karena orang malas mengembangkan dirinya (kerja keras) untuk menjadi profesional, maka jalan satu-satunya yang terbuka adalah KKN dalam segala bentuknya. Dan jika dalam putaran pertama ini ia "sukses" memperoleh hasil, maka insentif ber-KKN berikutnya bertambah besar. Demikianlah seterusnya KKN pun melilitnya dengan kuat dan menjadi budaya bisnis yang sukar dikikis. Namun kini kita tahu bahwa bisnis seperti ini tidak panjang umurnya. Dan yang menyakitkan, kematiannya diiringi orang dengan tawa riang karena sebuah hama kehidupan telah berlalu. Jadi buat apa bisnis yang demikian.



3. Roh Cinta dan Sukacita

The Spirit of Love and Joy. Saya mendefinisikan cinta (love) sebagai tindakan proaktif dengan kandungan kebaikan tertinggi yang kita berikan pada orang lain atau objek yang dicintai. Cinta jenis ini dalam bahasa Yunani disebut agape, yakni cinta yang didorong oleh sukacita memberi secara tulus, bebas pamrih dan bebas imbal jasa buat diri sendiri. Penerima agape dengan sendirinya bergembira. Jadi dimana ada agape di situ ada sukacita. Di mana ada sukacita, di situ energi kehidupan melimpah, kreativitas memuncak, dan karya-karya terbaik bermunculan. Itulah sebabnya saya juga menyebut Roh Cinta ini sebagai Roh Kreativitas dan Inovasi, yang oleh karena cinta dan sukacita, memampukan kita menciptakan hal-hal baru yang berguna bagi bisnis dan organisasi kita.



Cinta agape juga memungkinkan dedikasi, pengabdian dan loyalitas, yakni sejenis pengorbanan kepada objek yang dicintai. Cinta ini menjadikan kita bebas dari macam-macam ketakutan dan kekhawatiran yang biasanya bersumber dari terancamnya kepentingan pribadi kita.



Itu sebabnya, pada organisasi bisnis dimana roh cinta dan sukacita tumbuh subur, sharing terjadi secara spontan dan alamiah. Sharing merupakan budaya yang sangat kuat, termasuk sharing of information, sharing of power, sharing of resources, sharing of enjoyment, termasuk sharing of profit.



Lawan dari roh ini ialah roh menumpuk dan mengumpulkan buat diri sendiri. Orang begini selalu makan sendiri, bersikap pelit, dan tidak segan-segan merugikan pihak lain demi keuntungannya. Dalam perusahaan seperti ini, gaji direktur bisa ribuan kali dari gaji karyawannya. Bukan cuma uang, kekuasaan juga ditumpuk secara memusat, pada satu orang saja atau sejumlah kecil elit organisasi. Untuk itu, informasi dijaga secara rahasia.



Disinformasi disebarluaskan untuk menipu secara canggih dan membangun kesan artifisial yang mereka harapkan. Orang dikondisikan agar patuh saja. Kreativitas dianggap pemberontakan. Inisiatif dianggap gerakan liar. Kemandirian dianggap ancaman. Pemimpin dalam organisasi begini sangat menyukai pengendalian. Dia mengontrol semua: uang, informasi, kebebasan, gerak-gerik, bahkan pikiran orang. Jadi jelas bahwa roh menumpuk dan mengumpulkan ini adalah daya yang mematikan organisasi.



4. Roh Keunggulan dan Kesempurnaan

The Spirit of Excellence and Perfection. Unggul berarti yang terbaik dalam jenisnya, betul-betul sangat bagus, kelas satu, superior. Sedangkan sempurna berarti tanpa cacat, nir salah, dan memenuhi semua persyaratan. Ini adalah dambaan semua orang, paling tidak dalam hatinya. Oleh dorongan ini, maka evolusi gerakan mutu dalam dunia bisnis telah mencapai tahap lanjut.



Manusia selalu menginginkan yang terbaik dari apa yang dibeli atau dikonsumsinya. Jelaslah produk dan jasa yang unggul dan sempurna sajalah yang menduduki tangga teratas dalam skala persaingan. Perlombaan menjadi yang terunggul sesungguhnya adalah perlombaan menjadi juara di segala bidang. Maka jika roh ini kuat organisasi tersebut akan tampil sebagai juara di bidangnya.



Lawan dari roh ini ialah roh puas diri dan arogan. Orang yang cepat berpuas diri merasa sudah mencapai puncak kejayaan, paling top, merasa diri sudah sangat hebat bahkan terhebat. Akhirnya, dia jadi arogan, sombong dan pandang enteng pada orang lain. Dia tidak lagi mau mendengar, belajar dengan rendah hati, dan merasa benar sendiri. Saran, input bahkan peringatan yang disampaikan dengan kasih sayang pun sering dilecehkannya. Akibatnya dia lalai dan gegabah. Bersamaan dengan itu ia pun semakin jauh dari kenyataan, out of touch with realities. Pemimpin seperti ini akan lebih celaka lagi jika ia juga dikelilingi para penasehat "yes-man" dan asisten-asisten yang suka menjilat dan melaporkan hal-hal yang membuat asal bos senang.



Secara internal, kepemimpinan seperti ini mengakibatkan ketidakpuasan yang meluas di antara warga organisasi, yang jika tidak diselesaikan akan mengakibatkan perlawanan diam-diam dalam pelbagai bentuk, dan pada saatnya mengundang perlawanan terbuka.

Secara eksternal, para pesaing dengan mudah menyalipnya di tikungan rivalitas bisnis. Pada saat inilah organisasi melemah, sakit dan makin tidak berdaya serta akhirnya bangkrut.



Minggu, 27 Juni 2004

ORGANISASI DAN MEMENEJ DIRI

Bismillahirrahmanirrahiim. Segala puji bagi Allah yang telah mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk dan diin yang hak agar dimenangkanNya terhadap semua agama. Dan cukuplah Allah sebagai saksi.

Shalawat dan salam bagi Rasulullah SAW sebaik-baik teladan ummat. Amma ba'du.

Beberapa waktu yang lalu seorang Pemuda A yang statusnya bekerja sebagai karyawan mengeluh seakan-akan waktunya habis untuk mengurus pekerjaannya di kantor, pergi pagi pulang malam, sehingga ia tidak bisa lagi mengerjakan hal-hal lainnya seperti meningkatkan pengetahuannya ataupun memberikan kontribusi dalam da'wah. Benarkah menjadi karyawan demikian repotnya ?

Sekedar informasi saja, Pemuda X yang juga berstatus karyawan, masih tetap aktif dalam kegiatannya di lingkungan sekitar, bahkan menjadi ketua Karang Taruna di RT nya. Saat ini ia tengah kuliah, mengambil program S1, sementara kegiatan sosial lainnya tidak terganggu. Yang mengagumkan

orang-orang di sekelilingnya mengatakan, kalau Pemuda X itu, bisa menjadi teladan bagi kawan-kawannya.

Apakah yang membedakan Pemuda A dan Pemuda X?

Tidak dapat digeneralisir memang, tapi kalau kita perhatikan ada perbedaan mendasar dari cara kerja Pemdua ini. Pemuda X terbiasa menjalankan pekerjaannya dengan teratur, melakukan pendistribusian

kerja secara proporsional, menata waktu dengan baik, mengorganisasikan ide-idenya, disiplin dan kreatif, dengan kata lain ia melakukan menejemen waktu yang efisien. Sementara itu Pemuda A menjalankan tugasnya tanpa "pengorganisasian", sekedar menjalankan kodratnya sebagai ‘manusia’ dan mengikuti irama rutinitas serta kurang disiplin.

Pentingkah kita "berorganisasi" ?

Rasulullah SAW menyatakan dalam sebuah hadith "Setiap diri adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawabannya ......seorang pemuda, pemudi, mahasiswa, mahasiswi adalah pemimpin, dan akan dimintai pertanggungjawabannya ..."

Untuk memenuhi kewajiban sebagai seorang pemimpin maka ia perlu memiliki pengetahuan dan kemampuan dasar keorganisasian.

Kepemimpinan dalam Islam, ditandai dengan karakteristik sebagai berikut:

1. Pemimpin dan yang dipimpin terikat dalam kesetiaan kepada Allah SWT. (Al Maidah : 55 )

2. Pemimpin memahami tujuannya dlm kerangka tujuan Islam yang lebih luas. (Al Baqarah : 207)

3. Ketaatan kepada shariah dan akhlak Islami, termasuk ketika menghadapi penentangan/ pembangkangan.

4. Adanya pendelegasian amanah dan tanggung jawab. (Al Hajj : 41)

Secara operasional, prinsip dasar kepemimpinan dalam Islam adalah sebagai berikut :

1. Shura (QS. Ali 'Imran : 159, Ash Shura : 38 )

Shura adalah prinsip pertama dalam kepemimpinan. Tujuan shura ini agar semua anggota (keluarga ataupun organisasi yang lebih luas) berpartisipasi dalam pengambilan keputusan sekaligus kontrol jika pemimpin menyimpang dari hasil shura.

2. Adil (QS. An Nisa:58, 135 , Al Maidah:8)

Seorang pemimpin harus bersikap adil meskipun dalam situasi yang tidak menyenangkan atau yang tidak disukai.

3. Kebebasan Berpikir

Seorang pemimpin seharusnya menumbuhkan sikap kritis dari anggotanya dan tidak menekankan sikap loyalitas yang buta (taklid). Dikisahkan seorang wanita tua menginterupsi Khalifah Umar ketika khotbah di masjid, dan Khalifah mengakui kesalahannya serta berterima kasih kepada Allah karena masih ada yang meluruskannya.



Terdapat banyak teori manajemen yang dapat dipelajari. Yang paling sederhana adalah sebagai berikut:

1. Planning. Tetapkan perencanaan dari aktivitas yang akan dilakukan, mulai dari menetapkan tujuan, sasaran, sampai kepada sarana yang akan digunakan. Perencanaan yang baik memberikan kontribusi 50 persen dari pencapaian tujuan.

2. Organizing, Mulai melakukan staffing, pendistribusian kerja, job description dll.

3. Actuating, Mulai melakukan tahapan-tahapan kerja, operasionalisasi dari perencanaan yang telah dilakukan.

4. Controlling, Senantiasa melakukan kontrol atau evaluasi terhadap kerja-kerja yang dilakukan agar tidak menyimpang dari tujuan dan sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas kerja dalam program yang akan datang.

Beberapa langkah praktis untuk mengembangkan diri dalam berorganisasi:

1. Kenali diri.

Sebelum menetapkan perencanaan, secara jujur kita harus mengenali kemampuan diri kita sendiri, apa yang menjadi kelebihan dan kelemahan kita,peluang apa yang ada di depan mata dan hambatan apa yang dihadapi. Kalau perlu membuat checklist agar jelas kondisi yang kita hadapi. Jangan terlalu banyak membandingkan dengan orang lain, karena setiap orang adalah unik,memiliki kemampuan dan pengalaman yang berbeda-beda.

2. Displin diri

Ini adalah bagian terpenting karena apapun rencana yang dibuat tidak akan terwujud kalau tidak ada usaha mendisiplinkan diri. Sulitnya, disiplin diri ini kontrolnya dari dalam diri sendiri sehingga perlu 'azam yang kuat.

3. Ekspresikan diri. Wujudkan keinginan dan rencana kita dalam bentuk kerja dan kreativitas,dan jangan melupakan memberikan penghargaan kepada orang yang memberikan kontribusi serta sedapat mungkin menghindari sikap mencela terhadap orang yang melakukan kesalahan.

Bagi seorang muslim rumah tangga adalah basis pertama sebelum melangkah ke luar. Kehidupan muslim tidak dapat dilepaskan dari konteks da'wah secara umum oleh karenanya rumah tangga merupakan basis dari aktivitas da'wah tersebut. Dalam konteks ini masalah menejemen menjadi begitu urgen.

Allah SWT berfirman : "Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang rapi seakan-akan mereka seperti bangunan yang kokoh ." (QS. Ash Shaff:4).

Rapi dalam bekerja ini dicontohkan oleh Rasulullah SAW ketika hijrah ke Madinah untuk menyelamatkan da'wah Islamiyah. Mulai dari perencanaan hijrah, orang-orang yang terlibat dalam hijrah, penetapan waktu hijrah,pembagian tugas. Sebagaimana kita tahu Rasul menetapkan Abu Bakar untuk menyertainya dalam hijrah, menugaskan putera Abu Bakar sebagai pemberi informasi,Asma bin Abu Bakar sebagai penyuplai perbekalan dan Abdullah bin uraiqith sebagai pemandu jalan, tidak lupa peran Ali bin Abi Thalib menggantikannya diMakkah. Semua berjalan begitu rapi dan terorganisasi sampai datangnya pertolongan Allah.

Sebagai penutup, ada baiknya kita menyimak ucapan Ali bin Abi Thalib :

" Kebathilan yang terorganisasi dapat mengalahkan kebenaran yang tidak terorganisasi."

Marilah kita mulai dari diri kita dan keluarga, bekerja dengan lebih terorganisasi, dengan manejemen yang lebih rapi dan tentunya dengan 'azam yang lebih kuat.

Fa idza 'azamta fa tawakkal 'ala Allah.

Wallahu a'lam bishshawab. Billahi Fisabililhaq, fastabiqul khairat.

Disampaikan dan disadur oleh eLang Marhans AS, sumber: internet antara lain tulisan Ema Kaysi(Ummu Ghozie)



Disampaikan pada Darul Arqam Dasar IMM Cabang Tangerang, di Aula STIEM - Tangerang Minggu, 27 Juni 2004